1


Kampung Kauman yang dikenal sebagai salah satu kampung di Kota Jogjakarta, mendadak menjadi objek bicaraan masyarakat pemerhati penikmat politik nasional. Terutama dari kelompok pendukung capres Joko Widodo. 

Senin, 2 Juni 2014 lalu, setelah bertandang ke keraton Jogjakarta, Jokowi sedianya akan mendatangi kampung ini. Namun batal gara-gara dikabarkan ada penolakan dari sekelompok masyarakat disana. 

Peristiwa itu sangat menarik apabila ditinjau dari sejarah kampung ini. 

Pandu Yuhsina Adaba, alumnus Fisipol Universitas Gadjah Mada, dalam risetnya yang berjudul “Rivalitas Geng dalam Dinamika Politik Jogjakarta”, kampung Kauman memang memiliki sejarah yang cukup panjang dan pantas menjadi salah satu poros politik kota Jogjakarta. 

Mayoritas penduduk di kampung Kauman, selain memegang patuh norma agama Islam yang ditandai dengan keberadaaan Masjid Gede Kauman, memiliki afiliasi ke parpol berideologi Islam, salah satunya PPP. 

Arah politik itu bermula pada tahun 1982. Di kampung tersebutlah lahir salah satu kelompok anak muda yang cukup terkenal bernama Joxzin. “Sebuah warung bensin eceran di utara Masjid Gedhe Kauman milik Maman Sulaiman menjadi saksi berdirinya Joxzin,” tulis Pandu. 

Nama Joxzin awalnya adalah singkatan dari kata Pojox Benzin (pojok bensin). Nama yang terkait dengan tempat nongkrong mereka. 

Maman Sulaiman, sang pemilik warung bensin, pada saat itu adalah salah satu komandan Pasukan Keamanan (Paskam) Partai Persatuan Pembangunan (PPP) Jogjakarta. Dikenal sebagai tokoh preman yang cukup disegani, Maman menjadi pelindung bagi anak-anak Joxzin. Generasi awal Joxzin pun banyak didominasi anak-anak kampung Kauman. 

Selain Maman, dedengkot Joxzin yang lain pada generasi awal adalah Ivan Hoo. Dia juga warga Kauman. Ivan dikenal dekat dengan pengasuh Pondok Pesantren Krapyak yaitu Kyai Haji Ali Maksum. Bahkan beberapa anggota Joxzin mengatakan bahwa Ivan adalah anak angkat Gus Maksum (panggilan KH Ali Maksum). 

Ali Maksum adalah kakek dari Atthiyah Athiyyah Laila, istri Anas Urbaningrum. 

Tahun 1997 Joxzin di bawah kepemimpinan Sotong secara resmi mendeklarasikan diri sebagai pendukung PPP. Sejak saat itu, Joxzin mengubah kepanjangannya menjadi Joxjakarta Islamic Never die. 

Menurut Pandu, secara politis kedekatan anak muda Kauman yang terwadahi dalam kelompok Joxzin dengan PPP adalah wajar. Hal ini bisa dimaklumi mengingat Joxzin memang mempunyai kaitan dengan Islam. “Dia lahir di wilayah basis Islam dan dari anak-anak yang bersekolah di sekolah Muhammadiyah. Terkait hal itu, pada masa Orde Baru, satu-satunya partai yang dianggap mewakili golongan Islam adalah PPP.
Wajar saja jika Joxzin dekat dengan PPP.. 

Selain Joxzin, di Jogja juga terdapat komunitas anak muda lain bernama Q-zruh, kepanjangan dari Qita Zuka Ribut Untuk Hiburan (kita suka ribut untuk hiburan). Sering terjadi keributan antara kedua anggota kelompok ini. Apabila Joxzin dekat dengan PPP, pada masa orde baru, banyak anggota Q-zruhyang terindikasi menjadi simpatisan dan satgas Golkar. Beranjak ke era reformasi, Q-zruh beralih berafilasi kepada PDIP. Pada masa kampanye parpol, sejak era orde baru, sering terjadi keributan antara anggota Joxzin dengan Q-zruh. 

Era reformasi banyak partai baru bermunculan. Lahirlah partai lain yang mengusung citra Islam. Beberapa elemen Joxzin tetap bertahan di PPP, namun ada juga yang berpindah afiliasi ke partai lain yang juga mengusung citra Islam. Sebagian Joxzin Kotagede misalnya, membentuk laskar Baskara yang berafiliasi ke Partai Amanat Nasional (PAN). 

Sementara itu, Ahmad Adaby Darban, dari Jurusan Sejarah UGM, dalam artikelnya yang berjudul ‘Lintasan Sejarah Kauman Jogjakarta’ menuliskan bahwa nama ‘Kauman’ berasal dari pa-kaum-an. ‘Pa’ adalah tempat. Sedangkan ‘Kaum’ dari kata Qoimuddin, yang berarti penegak agama Islam. Jadi Kauman adalah tempat para penegak agama atau para ulama. 

Kampung Kauman diperkirakan sudah berusia 233 tahun. Di sini tinggal para ketib, penghulu yang ditugaskan oleh kraton untuk mengatur soal-soal keagamaan. Kauman sudah ada sejak zaman Sri Sultan Hamengku Bowono I memerintah. Pada masa kepemimpinannya, dibangun Masjid Gedhe Kauman. 

Pada tahun 1912, seorang anak muda dari kampung Kauman bernama KH Ahmad Dahlan melahirkan ormas gerakan pembaharuan Islam yang diberi nama Muhammadiyah, yang kelak menjadi salah satu ormas Islam besar di Indonesia. 

Pada era penjajahan Jepang, Kampung Kauman menjadi salah satu kantong perlawanan. Banyak ulama Kauman yang berani menentang kebijakan Seikere dari pemerintah Jepang yakni, membungkuk badan ke arah barat sebagai simbol hormat pada Kaisar Jepang. 

Pasca kemerdekaan, kampung Kauman tidak lepas dari turbulensi politik Indonesia. 

Pada 1948 dan 1965, Masjid Gedhe Kauman menjadi lokasi para aktivis Islam untuk menyusun kekuatan dalam rangka penumpasan pemberontakan Partai Komunis Indonesia. Pasca pecah peristiwa G 30 S, Jogjakarta menjadi daerah terlarang untuk PKI juga dimulai dari aktivitas politik yang dipusatkan di Kauman. 

Pada saat pecah reformasi, demonstrasi besar warga Jogja salah satu tempat konsentrasinya adalah pelataran Masjid ini. (mgz dari berbagai sumber)

Posting Komentar

  1. Artikelnya sangat membantu sekali..
    Smoga jogja akan selalu damai dan indah..

    BalasHapus

 
Top